Analis : Isu Komunis Dijadikan Provokasi Hasut Anarki

Petugas menggunakan water cannon untuk membubarkan massa yang mengepung Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI). (Foto: Republika.co.id)

Jakarta- Peristiwa pembubaran seminar pengungkapan kebenaran sejarah tragedi 1965 (16 dan 17 September 2017) di LBH Jakarta sudah menjadi bola liar yang mendiskreditkan Polri dan Pemerintah. Pihak yang menentang acara seminar menuduh Polri melindungi dan mendukung komunis, sementara pihak penyelenggara dan pendukung seminar menganggap Polri melakukan pelanggaran HAM. 

Analis intelijen dan keamanan, alumnus Program Pascasarjana (S2) Kajian Stratejik Intelijen Universitas Indonesia Stanislaus Riyanta mengatakan, tindakan Polri melakukan pembubaran acara namun juga melindungi perserta dari massa yang mengepung LBH merupakan tindakan yang sangat tepat.

“Tindakan pembubaran acara seminar oleh Polri sudah sesuai UU No 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Dan langkah Polri untuk memberikan perlindungan terhadap peserta dari ancaman massa yang menolak acara tersebut juga sudah tepat untuk melindungi dan mengayomi warga negara,” ujarnya di Jakarta, Selasa (19/9).

Stanislaus mengatakan, isu komunis akan terus dimainkan dan dikapitalisasi terutama untuk kepentingan politik. Karena itu, dia meminta Pemerintah untuk waspada terhadap aksi-aksi pihak tertentu yang sengaja memainkan isu komunisme.

“Tujuan kapitalisasi isu komunisme diduga untuk kepentingan pihak tertentu pada 2018 dan 2019 nanti. Semua pihak harus mengerti bahwa persoalan komunis di Indonesia sudah selesai. Ketetapan MPRS Nomor 25 Tahun 1966 tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia (PKI) masih berlaku, maka konsekuensinya adalah segala hal yang berbau paham komunis merupakan hal terlarang,” ujar Mahasiswa Doktoral Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia ini. 

Karena itu, jika ada pihak yang merasa perlu menyampaikan fakta-fakta peristiwa 1965 yang belum terungkap, maka sebaiknya hal tersebut difasilitasi oleh pihak yang netral dan dalam kerangka akademis dan ilmiah, seperti dengan cara penelitian oleh LIPI atau lembaga akademik yang terakreditasi.

Stanislaus mengatakan, Pemerintah bisa saja membentuk tim peneliti yang benar-benar ilmiah dan akademik dan bebas dari kepentingan politis untuk hal ini. Namun tetap perlu batasan bahwa kegiatan apapun terkait peristiwa 1965 walaupun dalam konteks ilmiah dan akademik harus tetap menjunjung tinggi dan mempertimbangkan bahwa Pancasila adalah ideologi bangsa Indonesia yang sudah final dan tidak tergantikan.

Dikatakannya, peristiwa 1965 yang sudah menjadi sejarah bangsa Indonesia memang tidak bisa dilupakan, dan hal tersebut harus menjadi bagian pembelajaran. Karena itu, pengungkapan kembali peristiwa 1965 ini jika dilakukan tidak dengan hati-hati bisa menimbulkan reaksi dari pihak-pihak yang dirugikan, apalagi jika motivasi pengungkapan peristiwa 1965 mengandung muatan politis.

“Jangan sampai terjadi niat pengungkapan fakta peristiwa 1965 menjadi pemicu konflik horizontal dan pelemahan Pancasila yang sudah final sebagai ideologi bangsa Indonesia,” pungkasnya

Komentar

Postingan populer dari blog ini