BELAJAR ISLAM DAN TOLERANSI DARI RAJA SALMAN
Kita meyakini bahwa Islam membawa kedamaian dan tidak beRizieq serta membawa hikmah, sebagaimana telah ditunjukkan oleh Baginda Raja Salman Saudi Arabia atas kunjungan kenegaraannya ke Indonesia. Adapun hikmahnya sebagai berikut.
Pertama, menegakkan Islam yg damai, bukan yang beRizieq atau teriak dijalan sambil menebar kebencian permusuhan dengan menu utama mengkafirkan seseorang atau sekelompok orang.
Kedua, Kerjasama RI-Saudi untuk berantas terorisme dan radikalisme. Hal ini menandakan bawa beliau tidak senang dengan kekerasan yang mengatasnamakan jihad. Sekaligus mengapresiasi kepada Polri/Densus atas keberhasilan menangani terorisme dan memberi penghargaan tinggi kepada Anggota Densus yang gugur sebagai syuhada serta memberikan reward kepada keluarganya untuk naik haji.
Ketiga,Raja Salman menanyakan cucu Soekarno dan mau bersalaman dengan wanita yang bukan muhrim . sebagaimana Palmer Sitomarang mengatakan “cara bergaulnya Raja yang kita lihat di media, memberi pelajaran bagus pada saya, bahwa beliau Baginda Raja menerima tamu dan bersalaman dengan wanita yang tidak ber hijab. Fakta ini mengajarkan atas ketidak tauan saya mungkin yang lain juga bahwa; saya sampai pada kesimpulan, tdk ada yg salah bersalaman antara laki-laki dengan wanita yang bukan muhrimnya atau keluarga dekatnya, dan setiap wanita tidak selalu harus pake hijab (cadar, burqa, kerudung) jika bertemu raja Yang paling Arab itu dan tidak pernah mengaku habib”.
Pada akhir tulisan, disampaikan kunjungan Raja Arab Saudia ke Indonesia memberikan CORAK keber-islam-an yang baik dan memberikan figur islam yang moderat. Moderat (moderate) berasal dari bahasa Latin moderare yang artinya mengurangi atau mengontrol, selanjutnya dalam Kamus The American Heritage Dictionary of the English Language mendefinisikan moderate sebagai: "Not excessive or extreme (tidak berlebihan dalam hal tertentu)."
Dengan demikian moderat mengandung makna obyektif dan tidak ekstrim, sehingga definisi akurat Islam Moderat adalah nilai-nilai islam yang dibangun atas dasar pola pikir yang lurus dan pertengahan (I’tidal dan wasath).
Maka daripada itu sebagai satu sistem ajaran dan nilai sepanjang sejarahnya, Islam tidak menafikan kemungkinan mengambil istilah-istilah asing untuk diadopsi menjadi istilah baru dalam khazanah Islam. Kemudian Islam tidak seharusnya Rizieq dengan mengkafirkan orang, melainkan Islam lebih mengutamakan ketauladanan dan toleransi bukan hanya sekedar Khutbah.
Mengutip Sumanto Al Qurtuby sejumlah massa dan kelompok sipil yang mengatasnamakan agama dan umat Islam juga bertebaran di sejumlah daerah. Mereka begitu gagah dan “pede”-nya mengaku sebagai “asisten Tuhan” untuk memusnahkan apa yang mereka anggap dan yakini sebagai “kemaksiatan” dan “kemungkaran”.
Selanjutnya Fenomena “kekerasan kolektif” yang diprakarsai oleh sejumlah ormas Islam ini “genuine” Indonesia yang tidak pernah saya temukan di Saudi yang memang melarang keras warganya untuk melakukan tindakan kekerasan komunal.
Dalam pada itu Sumanto menegaskan Apakah berbagai fenomena sosial-kultural yang cukup kontras terjadi di kedua negara berpenduduk mayoritas Muslim ini menunjukkan bahwa masyarakat Islam Saudi kini telah bergeliat menuju “umat modern”, sementara (sebagian) kaum Muslim Indonesia justru sedang bereuforia menjadi “masyarakat klasik” dan bahkan “komunitas primitif” — khususnya mereka yang hobi melakukan tindakan barbar dan kekerasan? Wallahu ‘alam bi-shawab.
Mudah-mudahan kita bisa mengambil hikmah dan belajar untuk bertoleransi dalam menyongsong kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia kedepan. Berhentilah BeRizieq dan mengkafirkan orang, selanjutnya mari kita bangun perbedaan menjadi kekuatan dalam membangun manusia seutuhnya di Indonesia dalam bingkai Toleransi. Salam Ukhuwah Islamiyah.
Komentar
Posting Komentar