Gerakan Tamasya Al Maidah GNPF - MUI Berpotensi Munculnya Intimidasi Dan Politisasi Islam
Tamasya Al Maidah Tamasya tengah menjadi sorotan media dan menjadi percakapan ramai di media sosial beberapa hari terakhir.
Gerakan yang digagas Gerakan Nasional Pembela Fatwa MUI (GNPF MUI) itu mengajak umat Islam dari berbagai daerah untuk mendatangi tempat-tempat pemungutan suara (TPS) pada hari pencoblosan Pilkada DKI (19 April 2017).
Tamasya ini diklaim sebagai kelanjutan Aksi Bela Islam. Istilah itu merujuk pada aksi massa yang menuntut penangkapan calon gubernur DKI, Basuki "Ahok" Tjahaja Purnama dalam kasus dugaan penodaan agama-imbas perkataan Ahok ihwal surat Al Maidah ayat 51
Celakanya, gerakan ini justru mendapat respons negatif di media sosial. Sejumlah pengguna Twitter melihat acara tamasya itu sebagai bentuk intimidasi, yang bisa memengaruhi pilihan warga. Ada pula yang melihatnya sebagai usaha untuk terus meniupkan isu agama dalam Pilkada DKI.
Alhasil, kalimat-kalimat tak bersepakat atas tamasya itu menyebar di media sosial. “Intimidasi TPS pake dalih tamasya agama. Mirip2 Orba ya,” cuit akun @fathurpamungkas.
“Mau pake tamasya al maidah 51 lah,mau pake jawara silat lah buat intimidasi TPS. Udahlah, jangan nambah2in sampah di DKI.Kasihan pasukan oren,” sambung @mijnheerdoli.
Sementara itu, Ketua Bawaslu DKI Jakarta Mimah Susanti mengatakan, pemungutan dan penghitungan suara pada Pilkada boleh disaksikan oleh semua pihak.
Namun, Mimah meminta tidak satu pun pihak yang mengintervensi dan mengganggu keamanan, serta kenyamanan pemilih dalam menggunakan hak pilihnya.
"Pelaksanaan pungut hitung dilakukan di tempat terbuka, semua bisa menyaksikan. Asal jangan mengganggu keamanan, ketentraman, dan kenyamanan pemilih," ujar Mimah
Komentar
Posting Komentar