Kontingen FPU 8 Tidak Terbukti Menyelundupkan Senjata Di Sudan

Jakarta - Kompolnas menyambut gembira kepulangan Kontingen FPU 8 Polri yang telah bertugas sebagai pasukan perdamaian di El Fasher, Darfur Utara – Sudan di bawah payung PBB dan Uni Afrika (UNAMID), pada hari Minggu pagi tanggal 5 Maret 2017 di Bandara Halim Perdanakusuma.

Kepulangan FPU 8 sebelumnya dijadwalkan pada tanggal 27 Desember 2016, akan tetapi jadwal rotasi tersebut tertunda karena kebutuhan Unamid direncanakan menjadi pada tanggal 21 Januari 2017. Maka pada saat durasi penundaan itu kontingen FPU 8 masih bertugas sebagaimana mestinya.

Jadwal kepulangan FPU 8 mengalami penundaan kembali, kali ini terhitung selama 43 (empat puluh tiga) hari sejak seharusnya terjadwal pada tanggal 21 Januari 2017, yaitu menjadi pada tanggal 4 Maret 2017, sebagai akibat ditemukannya 10 (sepuluh) tas berisi senjata api dan amunisi di teras Bandara Udara El Fasher pada Kamis tanggal 19 Januari 2017.

Pada saat itu aktivitas Bandara Udara El Fasher sesungguhnya memang dikhususkan untuk mempersiapkan kepulangan kontingen FPU 8, tetapi tidak dapat dipungkiri, bahwa ada rotasi pasukan lain dan kehadiran orang-orang lainnya di bandara tersebut.

Keberadaan anggota FPU 8 di Bandara El Fasher pada saat tersebut, adalah sedang melakukan proses bongkar muat dan X-ray bagasi dalam rangka rangkaian persiapan kepulangan ke Indonesia.

Pada mulanya, dugaan aparat kepolisian Sudan dan UNAMID mengarah kepada FPU 8. Akan tetapi sejak awal FPU 8 telah membantahnya, karena tas-tas tersebut tidak beridentitas, tidak dibawa atau tidak dalam penguasaan FPU 8, tidak ada label identitas pemilik yang dimiliki FPU 8 dan tidak termuat dalam daftar manifest barang-barang FPU 8 yang sudah disetujui UNAMID.



Sedangkan semua barang yang diakui milik FPU 8 adalah barang-barang yang berada dalam penguasaan FPU 8, semua memiliki identitas dan termuat dalam daftar manifest barang-barang FPU 8 yang disetujui UNAMID.

Untuk mengusut perkara ini, Pemerintah Indonesia - dalam hal ini Polri dan Kemenlu – membentuk TBHI (Tim Bantuan Hukum Indonesia) yang kemudian bersama-sama dengan UNAMID berperanserta dalam Joint Investigation Team (JIT) dan melakukan Administrative Fact Finding selama lebih dari satu bulan, dengan memeriksa saksi-saksi yang berasal baik dari FPU 8, staf UNAMID yang mengurus pergantian kontingen (MovCon), Military Police, petugas Air Ops bandara dan staf UNAMID yang mengurus keamanan bandara (UNDSS).

Dari hasil Administrative Fact Finding tersebut tidak ditemukan bukti-bukti yang cukup akan keterlibatan FPU 8 - baik individual maupun institusi - dalam kasus penyelundupan senjata di Bandara El Fasher.

Oleh karena itu UNAMID dan kemudian Pemerintah Sudan mempersilahkan FPU 8 pulang ke tanah air.

Kompolnas sebagai lembaga eksternal yang bertugas mengawasi Polri telah melakukan kunjungan supervisi terhadap kinerja FPU 8 di Sudan pada tanggal 5-12 Desember 2016, dan melihat dengan jelas bahwa FPU 8 telah melaksanakan tugasnya dengan sangat baik.

Hal ini dibuktikan dengan adanya pujian dari UNAMID bahwa FPU 8 adalah FPU terbaik pada saat penyerahan medali penghargaan PBB kepada FPU 8, yang dilakukan oleh Joint Special Representative (JSR) selaku pimpinan tertinggi UNAMID dengan dihadiri para petinggi UNAMID.


Pujian kepada FPU 8 juga diberikan oleh Pemerintah Sudan, serta Pemerintah Daerah dan masyarakat Darfur. Bahkan beberapa waktu sebelum FPU 8 diijinkan pulang pada Sabtu 4 Maret 2017, beberapa pejabat tinggi UNAMID kembali menegaskan bahwa FPU 8 adalah "The Best Contigent".

Kompolnas hadir kembali di Sudan sejak 31 Januari 2017 hingga 4 Maret 2017 bersamaan kepulangan FPU 8, guna mengawasi proses Administrative Fact Finding serta memberikan dukungan kepada FPU 8 dan TBHI.

Adanya pemberitaan dari media Sudan sebelumnya yang menyebutkan bahwa pasukan perdamaian Indonesia ditahan karena menyelundupkan senjata, adalah berita yang tidak benar dan telah mencemarkan nama baik, khususnya FPU 8, institusi Polri, bangsa dan negara Indonesia.

Sesungguhnya kontingen FPU 8 adalah pahlawan perdamaian yang menjadi korban fitnah dari tangan-tangan yang tidak bertanggung jawab.

Hal ini kemudian juga terbukti dari beberapa temuan dari Joint Investigation Team (JIT) bahwa diantaranya terdapat kelemahan protokol keamanan bandara El Fasher yang dapat dengan mudah dimasuki orang beridentitas atau berseragam, atapun dibawa oleh “aparat”, serta tidak adanya CCTV di bandara dan keluar-masuk kendaraan yang tidak selalu terdata.

Oleh karena itu, Kompolnas berharap Pemerintah Sudan dapat menemukan pelaku yang sebenarnya dan memproses sesuai dengan hukum pidana yang berlaku.

Kompolnas berharap Polri dapat memberikan perhatian kepada FPU 8, khususnya bagi keberlanjutan pembinaan karier dan pendidikannya.


Kompolnas memberikan apresiasi yang tinggi kepada Kapolri Jendral Tito Karnavian beserta jajaran, Menteri Luar Negeri Ibu Retno Marsudi beserta seluruh staf terkait, Duta Besar RI untuk Sudan dan Eritrea Bapak Burhanuddin Badruzzaman beserta para staf KBRI, Perwakilan Tetap RI di PBB Duta Besar Dian Triansyah Djani beserta para staf PTRI, Tim Bantuan Hukum Indonesia (TBHI), dan Kontingen FPU 9 yang saat ini sedang bertugas di Sudan, atas seluruh kerja keras dan kerjasamanya.

Tidak lupa juga Kompolnas mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan UN/UNAMID Civillian, IPO Indonesia, MilOps/Staf Indonesia, yang selama ini dengan ikhlas memberikan dukungan moril dan materil kepada kontingen Indonesia, khususnya FPU 8.

Komentar

Postingan populer dari blog ini