Hanya Karena Beda Pilihan, Jenazah Muslim Tidak Disholatkan!


JAKARTA - Melarang menyolatkan jenazah pendukung Ahok menjadi viral di media sosial jelang putaran ke II Pilgub DKI Jakarta 2017. Pasalnya Pengurus Dewan Keluarga Masjid (DKM) Masjid Al-Jihad, Kelurahan Karet, Kecamatan Setiabudi, Jakarta Pusat (Yayat) dikutip dari Tempo.com 24 Februari 2017 ingin mengingatkan tentang pentinggnya menjaga syariat Islam.

Selanjutnya Yayat menjelaskan di dalam Al-Quran disebutkan tentang larangan mensalati seorang yang munafik. Orang munafik yang disebut mereka adalah umat Islam yang memilih pemimpin non-Muslim, khususnya terdakwa penista agama seperti Gubernur Ahok.

Berbeda dengan Ketua Umum Pengurus Pusat GP Ansor, Yaqut Cholil Qoumas mengaku prihatin melihat situasi memanasnya politik di DKI Jakarta.Bahkan sampai terjadi adanya pelarangan mensalatkan jenazah bagi pendukung calon gubernur non-muslim.

Karena itu, Yaqut akan memerintahkan kadernya untuk merawat jenazah ketika ditolak atau ditelantarkan masyarakat setempat.

“Kami perintahkan di seluruh cabang kalau ada warga yang muslim yang meninggal dan tidak diurus jenazahnya karena perbedaan politik. Kami perintahkan kepada sahabat-sahabat Ansor untuk merawat jenazah itu. Baik untuk mensalatkan, mengkafani, menguburkan bahkan mentahlilkan selama 40 hari kami laksanakan,” ujar Yaqut usai membuka Bahtsul Masail Kiai Muda di Kantor PP GP Ansor, Jakarta, akhir pekan lalu. (tribunnews.com 13 maret 2017).


Kenapa kedua pendapat sesama muslim ini berbeda. Pertama pendapat Yayat, ternyata pendapat Yayat ini sudah terkontantaminasi dengan kepentingan politik. Isu ini sengaja dilemparkan ke publik agar pendukung Ahok merubah haluannya ke Anis.

Padahal menurut kami, dengan isu itu bukannya akan berbalik, dan masyarakat menilai menghalalkan segala cara untuk memenangkan Pilkada dengan mengekspoloitasi Ayatulloh. Lebih baik menggunakan cara-cara yang penuh kedamaian dan persatuan sehingga rakyat simpati.


Kedua, pendapat Yaqut Cholil Qoumas adalah pendapat yang menyejukkan tanpa syarat kepentingan politik. Pendapat ini tiada lain sesuai dengan ajaran Nabi besa Muhammad SAW, sebagaiman satu riwayat hadis, Sahih menjelaskan: "Sesungguhya aku diutus untuk meyempurnakan akhlak yang mulia." Innama bu’itstu liutammima makarimal akhlaq (HR Bukhari).

Kemudian dijelaskan oleh Nadirsyah Hosen (PCI Nadratul Ulama) bahwa menebar Rahmat dan memperbaiki Akhlak itulah misi utama Nabi, bukan maksa-maksa orang lain masuk Islam atau memaksa mengikuti fatwa dan tafsiran kita sendiri, atau bahkan memaksa orang lain mengikuti pilihan politik kita.


Dengan demikian diharapkan pernyataan dari Yaqut Cholil Qoumas bisa menerangi umat muslim yang telah salah menafsirkan terkait menyolatkan jenazah. Sudah waktunya kita kembali ke jalan yang benar, tinggalkan agama dijadikan senjata politik, mari kita samakan persepsi siapapun pimpinannya itulah yang di ridhai Allah SWT.

Yang terakhir seseorang dikatakan munafik, sesungguhnya hanya Allah SWT yang bisa menentukan bukan manusia, karena manusia tidak sempurna dan bisa salah dalam menafsirkan sesuatu apalagi diselemuti kepentingan politik.

Komentar

Postingan populer dari blog ini